a a a a a a a a a a a a a a a a a
Infobank Institute
Infobank Institute
HomeNewsGalleryContact Us

News

Kebijakan PPATK Blokir Rekening Dormant Merusak Kepercayaan Publik ke Perbankan

Kebijakan PPATK Blokir Rekening Dormant Merusak Kepercayaan Publik ke Perbankan

Jakarta – Pemblokiran sementara rekening pasif (dormant) yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuai kritik dan polemik pelbagai pihak.

Kebijakan ini sudah dilakukan PPATK sejak Mei 2025. Alasannya, lembaga intelijen bidang keuangan itu berusaha “menyelematkan” penyalahgunaan rekening dormant dari tindak pidana seperti judi online (judol) hingga pencucian uang.

Chairman Infobank Institure Eko B. Supriyanto mengatakan, kebijakan penghentian sementara rekening pasif menimbulkan luka dan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

“Luka sekali dan ini bisa berbahaya apabila terjadi ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hal ini menyangkut trust (kepercayaan). Masalah kepercayaan perbankan menurut saya itu nomor satu,” tegas Eko B. Supriyanto dalam acara Top News Metro TV bertajuk ‘Buka Blokir Rekening Dormant’, Selasa, 5 Agustus 2025.

Di sisi lain, Eko B. Supriyanto mendukung penuh upaya PPATK yang selama ini memberantas rekening judol. Hanya saja, tidak semua rekening milik masyarakat dihentikan sementara (dormant).

“Kalau itu rekening judol kasih ke perbankan semuanya. Nah, itu yang dikumpulkan saja jangan seluruhnya. Ibarat rumah kemasukan 5 tikus, masa rumahnya mau dibakar,” tukasnya.

Eko B. Supriyanto menilai, langkah PPTAK memblokir sementara rekening dormant telah melewati batas kewenangannya. Menurutnya, kedudukan PPATK itu sebagai Financial Intelligence Unit dan fungsinya adalah intelligence.

“PPATK itu memberikan informasi kepada bank jika rekening mencurigakan. Tidak mengambil seluruh rekening dormant. Tidak ada di seluruh dunia, financial intelligence ini menghentikan rekening sementara,” jelas Eko B. Supriyanto.

Tak hanya itu, Eko B. Supriyanto juga menyoroti minimnya koordinasi yang dilakukan PPATK terkait penghentian sementara rekening dormant. PPATK ‘seolah’ tidak melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengambil kebijakan tersebut.

“Teman-teman OJK tidak diajak. Mereka kan sebagai otoritas harusnya diundang donk. Bank Indonesia (BI) juga baru dipanggil kemarin. Ini kan mencederai perbankan,” pungkasnya.

Dirinya pun berharap, kebijakan penghentian sementara rekening dormant dihentikan untuk Indonesia yang lebih baik.

Selain itu, PPATK, BI dan OJK dirasa perlu membuat joint statement dengan tujuan memberikan kembali kepercayaan kepada masyarakat terhadap perbankan.

“OJK, PPATK, BI bila perlu buat joint statement soal rekening dormant,” tandasnya.

Kerugian Nasabah

Di kesempatan yang sama, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok mendesak kebijakan tersebut dibatalkan lantaran menimbulkan berbagai dampak sistemik bagi konsumen.

“Tidak boleh ada kebijakan seperti ini karena berdampak langsung kepada kami. Artinya konsumen merasa dirugikan cukup banyak baik perdata, pidana, material, in-material dan sebagainya,” kata Mufti.

Ia menegaskan, penghentian sementara rekening yang tidak aktif selama tiga bulan menimbulkan keresahan dan berpotensi merugikan hak-hak konsumen di sektor jasa keuangan, khususnya nasabah perbankan.

“Masyarakat semakin gaduh (rekening diblokir). Banyak pengaduan yang masuk ke kami seperti telpon, WA dan sebagainya. Posko Pengaduan yang akan kita buka angkanya akan semakin besar karena memang animo masyarakat seperti itu,” bebernya.

Ia menilai, kebijakan penghentian sepihak rekening ‘nganggur’ oleh PPATK melanggar 5 Undang-Undang (UU), yakni UU Perlindungan Konsumen, Perbankan, Perlindungan Data Pribadi hingga P2SK.

“PPATK saya kira melanggar 5 undang-undang. UU ditabrak semua kan itu,” ujarnya.

Diketahui, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

Selain aspek perlindungan konsumen, kebijakan penghentian sementara rekening dormant juga berpotensi melanggar UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Dalam Pasal 29 ayat (2), disebutkan bahwa bank wajib menjaga kerahasiaan nasabah dan memberikan layanan secara adil serta proporsional.

Sementara, Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah mengungkapkan, pihaknya telah membuka kembali 30 juta rekening dormant yang terindikasi tindak pidana seperti judi online dan pencucian uang.

“Sudah kita buka 30 juta rekening bank dari 120 juta rekening yang dihentikan sementara (dormant). Adapun 90 juta rekening ditargetkan akan dibuka kembali hingga akhir tahun ini,” katanya.

Dia mengklaim, menemukan banyak rekening dormant yang disalahgunakan, seperti judol dan jual beli rekening. Sejak diberlakukan pemblokiran rekening dormant, kata Natsir, deposit judol bisa ditekan secara signifikan.

“Data April 2025 deposit judol itu sampai Rp5 triliun lebih, kemudian kita lakukan penghentian sementara di bulan Mei – Juni turun Rp1 triliun. Artinya ada penurunan deposit judol dari pendekatan penghentian sementara ini efektif,” jelasnya. (*)

Editor: Galih Pratama
News Kebijakan PPATK Blokir Rekening Dormant Merusak Kepercayaan Publik ke Perbankan
Latest News
Pemberhentian Sementara Rekening Dormant Dicabut LPS Imbau Masyarakat Lakukan Ini
Read More
Ekonomi Digital RI Diproyeksi Sumbang 5 Persen PDB pada 2030
Read More
Kebijakan PPATK Blokir Rekening Dormant Merusak Kepercayaan Publik ke Perbankan
Read More