BI Tegaskan Perlindungan Data Jadi Prioritas di Era Transaksi Digital
Jakarta — Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk memperkuat perlindungan keamanan data dan transaksi digital, di tengah pesatnya pertumbuhan sistem pembayaran elektronik di Indonesia.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Elyana K. Widyasari mengatakan transformasi digital menuntut transaksi yang semakin cepat dan praktis. Namun, di balik kecepatan itu, risiko keamanan siber juga harus diantisipasi secara serius.
“Sekarang transaksi digital bisa real-time, 24 jam non-stop. Tapi kalau transaksi semakin cepat, risiko seperti fraud atau serangan siber juga semakin cepat. Karena itu, manajemen risikonya harus diperkuat bersama,” ujarnya, di Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.
Ia menambahkan, dalam kerangka penguatan sistem, BI mengedepankan tiga elemen utama: People, Process, dan Technology. Ketiganya wajib berjalan seimbang untuk membangun perlindungan berlapis di era digital.
“Teknologi kita terus dikembangkan, inovasi sistem pembayaran juga jalan terus. Tapi jangan lupa, proses operasional dan orang-orang yang mengelola juga harus siaga. Seringkali titik lemahnya justru di faktor manusia,” jelasnya.
BI pun menekankan, selain penguatan teknologi dan operasional, literasi digital publik menjadi kunci. Masyarakat sebagai pengguna sistem pembayaran elektronik diharapkan makin sadar akan risiko kebocoran data pribadi.
“Prinsipnya, kita tidak berharap ada serangan siber. Tapi kalau pun ada, kita sudah siap. Karena itu, people, process, dan technology harus saling mendukung. Masyarakat juga jangan mudah membagikan PIN, OTP, atau password. Itu titik rawan yang sering terjadi,” tegasnya.
Implementasi UU PDP Dilakukan Bertahap
BI juga menegaskan komitmen untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan pemerintah.
“Kami sedang bergerak, bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, juga dengan asosiasi sistem pembayaran Indonesia. Implementasi UU PDP akan dilakukan bertahap. Tapi kami butuh dukungan semua pihak, bukan hanya pelaku industri tapi juga masyarakat,” katanya.
Sementara itu, sebagai otoritas sistem pembayaran, BI bersama industri, pemerintah daerah gencar melakukan edukasi. Literasi dan sosialisasi dinilai penting agar setiap inovasi baru bisa dimanfaatkan masyarakat dengan aman.
“Inovasi itu terus muncul, tapi tidak semua orang langsung bisa paham dan memanfaatkannya dengan aman. Karena itu edukasi harus terus jalan. Ini kerja bersama: regulator, industri, pemerintah, media, dan influencer harus saling mendukung,” ujarnya.
Dengan penguatan ekosistem digital yang aman dan inklusif, BI menargetkan cita-cita layanan sistem pembayaran nasional bisa terwujud: cepat, murah, mudah, aman, dan andal. Hal ini juga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan transformasi keuangan nasional. (*) Ayu Utami