Ekonomi RI Terancam, Sri Muyani Wanti-Wanti Dampak Konflik Global
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa meningkatnya tensi geopolitik antara Iran dan Israel telah memicu lonjakan harga minyak dunia.
Sri Mulyani menyebut, harga minyak melonjak lebih dari 8 persen, atau mencapai USD78 per barel, dari sebelumnya di bawah USD70 per barel.
“Pecahnya perang Israel dengan Iran dan ini telah menyebabkan langsung hari pertama harga minyak naik lebih dari 8 persen, dari tadinya pada kisaran USD70 per barel bahkan di bawah USD70 barel untuk brent itu terjadi kenaikan lonjakan. Bahkan tertinggi USD78 per barel naik hampir sekitar 9 persen, meskipun sekarang mengalami koreksi di USD75 per barel,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa, 17 Juni 2025.
Bendahara negara ini menyatakan, perang Iran-Isrel ini akan berdampak pada perekonomian Indonesia, terutama pada harga komoditas, nilai tukar rupiah, hingga arus modal asing (capital flow).
“Ini memunculkan suatu kejadian yang bisa langsung memengaruhi secara signifikan terhadap kondisi perekonomian, baik melalui harga komoditas maupun dari sisi nilai tukar suku bunga, maupun capital flow. Inilah yang sedang akan terus kita hadapi menghadapi geopolitik yang makin meruncing,” tandasnya.
Ketegangan AS-China Menambah Risiko Global
Sri Mulyani juga menyoroti ketidakpastian global yang diperburuk oleh negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang belum mencapai kesepakatan. Menurutnya, kondisi ini memperkuat risiko terhadap stabilitas ekonomi dunia.
“Ketidakpastian dari sisi perdagangan global yang belum tercapai kepastiannya, ditambah dengan kebijakan makro terutama di bidang fiskal negara-negara maju. Kemudian ditambah dengan kondisi geopolitik dan security sangat negatif menegang, bahkan pecah perang kemudian menimbulkan ketidakpastian komoditas supply chain ini semuanya menghasilkan dua risiko,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa kombinasi antara ketegangan geopolitik dan belum tercapainya kesepakatan dagang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
“Itu kombinasi yang harus kita waspadai karena tidak baik, pelemahan ekonomi membuat dampak yang buruk. Kenaikan inflasi menimbulkan kenaikan yield apakah karena geopolitik atau fiscal policy. Kedua hal ini menyebabkan (dampak) kepada seluruh dunia termasuk Indonesia,” tuturnya. (*)