PERKEMBANGAN pinjaman daring (pindar) sebagai salah satu bentuk layanan keuangan digital menjadi fenomena tersendiri di sektor keuangan nasional. Pindar telah menjadi solusi alternatif pendanaan yang menjangkau lapisan masyarakat nonbank.
Per April 2025, dari 96 penyelenggara pindar yang berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara outstanding telah menyalurkan Rp80,9 triliun dengan aset total Rp9,69 triliun (OJK, 2025). Namun, di lain sisi, permasalahan gagal bayar di pindar masih menjadi perhatian khusus di industri ini.
Penyebabnya adalah proses pendanaan di pindar yang secara end-to-end menggunakan sistem elektronik, mulai dari proses pendaftaran penerima dana (borrower), analisis kredit, penyaluran pendanaan, sampai dengan pembayaran angsuran. Sehingga, pindar sangat bergantung pada keandalan sistem credit scoring dalam menentukan keputusan pendanaan.
Secara umum, penyelenggara memang sudah memiliki sistem credit scoring yang cukup baik. Meskipun demikian, masih ada beberapa area dari sistem credit scoring yang perlu ditingkatkan. Pertama, sistem elektronik belum dapat mengidentifikasi portofolio borrower yang macet di perbankan dan nonperbankan.
Kedua, sistem credit scoring cenderung masih sederhana. Ketiga, keterbatasan riwayat kredit formal calon borrower. Keempat, kepatuhan terhadap kemampuan membayar (repayment capacity).
Tantangan tersebut mendorong OJK menginisiasi penerapan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) pada sektor pindar sebagaimana tertuang dalam POJK 11 Tahun 2024 (POJK SLIK). Hal ini juga merupakan bentuk pemenuhan mandat Peta Jalan (Roadmap) P2PL 2023-2028 terkait strategi penguatan permodalan, tata kelola, manajemen risiko, dan SDM.
Penerapan SLIK diharapkan dapat memperkuat tata kelola pindar melalui analisis credit scoring yang lebih akurat dan kredibel, meningkatkan disiplin kredit masyarakat, serta mencegah praktik penyalahgunaan pinjaman.
Dampak Integrasi SLIK terhadap Pindar
SLIK adalah sistem yang dikelola oleh OJK dan berfungsi menghimpun serta menyajikan informasi keuangan debitur dari berbagai lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan (OJK, 2024). Sistem ini menggantikan layanan BI Checking yang sebelumnya dijalankan oleh Bank Indonesia (BI).
Informasi yang disediakan dalam SLIK meliputi identitas debitur, jumlah pinjaman berjalan, riwayat pembayaran, tunggakan, hingga status kolektibilitas. SLIK memungkinkan deteksi terhadap debitur yang memiliki riwayat pembayaran buruk atau tengah memiliki banyak pinjaman di berbagai lembaga keuangan. Hal ini penting untuk menghindari praktik peminjaman berlapis yang menjadi penyebab utama terjadinya gagal bayar.
Penerapan SLIK pada industri pindar ini membawa angin segar tersendiri buat penyelenggara pindar maupun pengguna. Pertama, meningkatkan kualitas portofolio kredit. Dengan data yang akurat dan kredibel, pindar dapat menyaring peminjam dengan risiko tinggi, sehingga menekan angka kredit bermasalah (non performing loan/NPL).
Kedua, menjaga keberlangsungan usaha pindar itu sendiri. Ketika risiko kredit bisa ditekan, keberlanjutan usaha lebih terjamin karena dana yang disalurkan lebih banyak kembali dalam bentuk pembayaran tepat waktu.
Ketiga, meningkatkan kepercayaan publik dan lender terhadap pindar. Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal dan praktik penagihan yang melanggar etika membuat reputasi industri ini menurun. Dengan pemanfaatan data SLIK, maka hanya borrower layak yang akan didanai sehingga mengurangi risiko gagal bayar dan dapat meningkatkan kepercayaan publik dan lender terhadap industri pindar.
Keempat, memperluas akses keuangan secara bertanggung jawab. Masyarakat yang tadinya belum tersentuh layanan perbankan bisa mengakses kredit melalui pindar dengan perlindungan dan pengawasan yang memadai.
Bagaimana Penyelenggara Pindar Menyikapi?
Pendaftaran penyelenggara pindar sebagai pelapor SLIK paling lambat dilakukan pada 31 Juli 2025. Adapun sejak menjadi pelapor SLIK terdapat grace period pelaporan sampai dengan tanggal 12 pada bulan keempat. Diharapkan pindar memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan.
Sejumlah langkah yang dapat dilakukan, di antaranya sebagai berikut. Pertama, persiapan teknis pendukung, seperti sistem, data, jaringan, dan perangkat komputer. Infrastruktur yang siap dan memadai akan mempermudah proses transisi ke SLIK. Kedua, menyesuaikan model credit scoring dengan menambahkan komponen SLIK agar lebih prudent. Dengan penambahan model yang terintegrasi SLIK diharapkan proses analisis kredit menjadi lebih akurat dan terukur.
Ketiga, menunjuk PIC pelaporan SLIK. PIC ini tidak hanya bertanggung jawab pada masa transisi tetapi juga operasional ke depannya, termasuk apabila terdapat kendala terkait SLIK. Keempat, penyelenggara agar memanfaatkan momentum menjadi pelapor SLIK, guna memperbaiki proses e-KYC yang lebih akurat, sehingga penerapan tata kelola dan manajemen risiko menjadi jauh lebih kuat. (*)